Dipublish pada Selasa, 28 Jan 2025 | 11:43

Pengeluaran Brand Ritel untuk Teknologi AI Diperkirakan Melonjak hingga 52%

penerapan teknologi aiFoto: Pixabay

Studi global terbaru yang dirilis oleh IBM Institute for Business Value mengungkap bahwa para eksekutif ritel dan produk konsumen yang disurvei, secara signifikan mengalihkan fokus mereka ke artificial intelligence (AI). Hasil survei menunjukkan bahwa para eksekutif tersebut memproyeksikan pengeluaran di luar operasi TI tradisional dapat meningkat hingga 52%. 

Laporan yang berjudul "Embedding AI in Your Brand's DNA" tersebut, berfokus pada bagaimana berbagai brand sedang mempersiapkan diri untuk fase transformasi berbasis AI berikutnya di perusahaan mereka.

Pada tahun 2025, perusahaan ritel dan produk konsumen yang disurvei menyatakan rencana untuk mengalokasikan rata-rata 3,32% dari pendapatan mereka untuk AI, atau setara dengan USD33,2 juta per tahun untuk perusahaan senilai USD1 miliar. 

Investasi ini akan mencakup fungsi-fungsi seperti layanan pelanggan, operasi rantai pasokan, rekrutmen, dan inovasi pemasaran, yang menunjukkan perluasan AI di luar aplikasi TI tradisional. 

Penggunaan AI di perusahaan terus berkembang pesat, dengan 81% eksekutif dan 96% tim mereka sudah memanfaatkannya secara moderat hingga signifikan. Penggunaan AI untuk perencanaan bisnis terintegrasi diproyeksikan meningkat hingga 82% pada tahun 2025. 

Dalam hal ketenagakerjaan, 31% karyawan diperkirakan perlu mempelajari keterampilan baru untuk bekerja dengan AI dalam satu tahun ke depan, dan angka ini akan meningkat menjadi 45% dalam tiga tahun. 

Penggunaan AI pada layanan pelanggan terpersonalisasi juga diperkirakan naik 236% dalam 12 bulan mendatang, dengan 55% di antaranya melibatkan kolaborasi manusia dan AI, sementara 30% akan sepenuhnya otomatis.

Selain itu, investasi dalam platform ekosistem AI yang memfasilitasi pertukaran data dan model AI akan meningkat dari 52% menjadi 89% dalam tiga tahun ke depan, guna mempercepat inovasi dan meningkatkan efisiensi melalui kolaborasi dengan mitra bisnis. 

Namun, meskipun 87% eksekutif menyatakan memiliki kerangka tata kelola AI, hanya 25% yang telah sepenuhnya menerapkannya dan secara rutin meninjau risiko seperti bias, transparansi, dan keamanan. Hal ini mencerminkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam pengawasan operasional AI.

“AI kini merupakan kebutuhan strategis, dan kami melihat ada komitmen yang kuat di berbagai organisasi Indonesia yang tersebar di seluruh industri untuk mengadopsi AI yang bertanggung jawab di berbagai alur kerja mereka," kata Roy Kosasih, Presiden Direktur di IBM Indonesia.”

Roy menambahkan bahwa saat ini perusahaan ritel dan produk konsumen di seluruh dunia telah bereksperiman dengan AI yang tidak hanya akan digunakan untuk meningkatkan produktivitas, namun juga untuk meningkatkan relevansi, engagement, dan kepercayaan terhadap brand.

Laporan ini menekankan bahwa brand yang sukses perlu mengubah cara pandang terhadap AI, dari sekadar alat meningkatkan produktivitas menjadi penggerak utama inovasi. Untuk mencapai hal ini, diperlukan Perusahaan perlu meninjau lagi tata kelola dan strategi peningkatan keterampilan. 

Perusahaan ritel juga disarankan menyesuaikan inisiatif AI agar sesuai dengan prioritas brand serta berkolaborasi dengan mitra strategis, termasuk start-up dan perusahaan teknologi. Selain itu penting untuk menghilangkan sekat antara tim keuangan, teknologi dan bisnis. 

Dengan kolaborasi lintas fungsi, para pemimpin dapat membangun rencana bisnis yang menunjukkan bagaimana AI dapat memberikan keunggulan kompetitif jangka panjang.

Share :
Restu Aji Siswanto

Restu Aji Siswanto

Content Writer

1144 Posts

Gemar mengikuti perkembangan teknologi gawai, baik yang rilis di Indonesia maupun yang tidak masuk pasar lokal. Ketertarikan tersebut menjadi motivasi untuk terus memberikan informasi, rekomendasi, dan tips berbelanja melalui beragam artikel dan ulasan produk.

ARTIKEL TERKAIT