Artificial intelligence (AI) memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang awalnya menerapkan AI di tahap eksperimen, kini melangkah ke tahap di mana AI diharapkan dapat memberi manfaat jangka panjang bagi bisnis mereka.
Hal tersebut terangkum dalam laporan terbaru “APAC AI Outlook 2025” yang diinisiasi oleh IBM. Lebih dari setengah (54%) perusahaan di Asia-Pasifik disebut mulai memusatkan perhatian pada upaya memaksimalkan dampak dari investasi AI.
Inovasi dan peningkatan pendapatan adalah dua dari manfaat-manfaat jangka panjang yang diharapkan dari AI. Ini menjadi latar belakang pengembangan solusi AI yang hemat biaya, dengan fleksibilitas untuk menggunakan model open-source yang dibuat khusus, serta integrasi lancar antar penyedia.
Upaya untuk meraih keuntungan jangka pendek pada fase awal proyek AI generatif kini telah bergeser menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi AI. Fokus juga telah bergeser dari penggunaan AI pada kasus berisiko rendah dan non-inti, ke penerapan AI Generatif dalam fungsi inti bisnis untuk meraih keunggulan kompetitif dan meningkatkan ROI.
Menurut laporan Outlook yang disusun oleh Ecosystm untuk IBM, fokus utama investasi AI bagi organisasi di Asia-Pasifik di tahun 2025 akan berpusat pada peningkatan pengalaman pelanggan (21%), otomasi proses bisnis di back-office (18%), serta otomasi penjualan dan pengelolaan siklus hidup pelanggan (16%).
Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi-organisasi harus menghadapi tantangan utama dari kompleksitas data (39%), tingginya biaya implementasi dan solusi (36%), serta terbatasnya jumlah use case yang teridentifikasi (35%).
Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia
"Laporan ini menyoroti potensi untuk tahun 2025, di mana fokus AI akan lebih mengarah pada tujuan strategis berdasarkan keunggulan kompetitif dan peningkatan ROI,” ungkap Roy Kosasih, Presiden Direktur IBM Indonesia.
Menurut Roy, banyak bisnis di Indonesia yang mulai melirik atau bereksperimen dengan teknologi AI. Bisnis-bisnis ini disebutkan telah siap untuk menuju ke tahap berikutnya.
Namun untuk bisa menuju ke sana, Roy menyarankan perusahaan-perusahaan ini menggunakan model yang lebih kecil, dan ditargetkan pada arsitektur open-source fleksibel yang dapat diintegrasikan ke dalam platform AI penyedia teknologi pilihan mereka.
Roy mengatakan bahwa terdapat lima cara strategis yang diprediksi dapat membentuk masa depan AI di Asia-Pasifik sbb:
Pendapatan Berbasis AI Menjadi Fokus Utama
Organisasi-organisasi akan mengadopsi pendekatan "AI Strategis" pada tahun 2025 dan memprioritaskan proyek berdasarkan kelayakan dan dampak bisnis.
Hal ini mencerminkan pemahaman yang lebih baik bahwa keberhasilan awal dalam membangun kepercayaan organisasi harus diimbangi dengan strategi AI jangka panjang. Tantangannya adalah bagaimana menskalakan AI melalui use case yang bisa memaksimalkan peluang pendapatan dan ROI.
Model Open-Source yang Lebih Kecil dan Spesifik sebagai Alternatif
Model yang dibangun untuk tujuan tertentu akan semakin diminati, termasuk rancangan untuk bahasa lokal, nuansa konteks regional, dan tugas komputasi yang lebih sederhana. Model "Rightsizing AI" ini memerlukan data pelatihan yang jauh lebih sedikit dan menghasilkan jejak karbon yang lebih kecil dibandingkan dengan model bahasa besar yang saat ini mendominasi diskusi AI.
Perusahaan Mengadopsi Tools Baru
Adopsi tools baru diperlukan untuk meningkatkan visibilitas, tata kelola, dan integrasi AI yang lancar. Organisasi di Asia-Pasifik akan semakin memanfaatkan model AI open-source untuk mendorong inovasi dan efisiensi.
Unified AI dengan alat orkestrasi yang canggih akan menyederhanakan manajemen solusi, memberikan fleksibilitas, efisiensi biaya, keamanan yang lebih baik, serta integrasi yang lancar antar berbagai penyedia.
Agen AI Mendefinisikan Ulang Masa Depan Dunia Kerja
Perusahaan akan semakin merancang alur kerja yang bersifat agentic, didukung oleh agen AI, untuk secara mandiri menjalankan tugas, berkolaborasi dengan pekerja manusia, dan menciptakan nilai tambah bagi bisnis.
Agentic AI yang menggabungkan AI dengan otomatisasi, memiliki potensi untuk secara signifikan meningkatkan efisiensi operasional, pengalaman pelanggan, dan pengambilan keputusan.
Namun, organisasi perlu menetapkan batasan internal dan secara berkala mengevaluasi model dasar untuk memastikan penggunaan yang etis dan bertanggung jawab.
Inovasi yang Berpusat pada Manusia
Meskipun alat produktivitas telah menjadi fokus utama dalam adopsi AI, masa depan AI terletak pada pemanfaatannya untuk meningkatkan pengalaman dan kemampuan manusia.
Pendekatan pada human-centric AI akan menjadi alat yang kuat bagi karyawan untuk memperluas peran mereka, mengotomatisasi tugas-tugas rutin, dan membuka peluang baru bagi kreativitas dan inovasi.
Dengan memprioritaskan desain solusi AI yang empatik, organisasi dapat membangun hubungan pelanggan yang lebih kuat sekaligus meningkatkan loyalitas terhadap merek.
Menurut Ullrich Loeffler, CEO Ecosystm, manusia memiliki peran yang tidak tergantikan pada evolusi AI, sehingga keerlibatannya diperlukan di setiap tahap pengembangan teknologi AI.
“Tujuan AI harus selalu memberikan dampak positif bagi dunia, membangun budaya kepercayaan, kolaborasi, dan penciptaan bersama. Kemajuan harus didasarkan pada gagasan bahwa AI berfungsi untuk meningkatkan, bukan menggantikan, manusia, dengan keduanya bekerja dan berkembang secara harmonis,” tutup Ullrich.